Sabet Dua Medali Juara Nasional Catur Pomnas, Prestasi Kurnia Robi Firdaus, Karang Taruna Bunulrejo Kota Malang

Bagi Kurnia Robi Firdaus, 20, warga RW 14 Bunulrejo Klojen Kota Malang, catur sudah menjadi semangat hidupnya. Bagaimana tidak, meski Robi sejatinya adalah seorang mahasiswa D3 jurusan teknik sipil Politeknik Negeri Malang, prestasinya di bidang olahraga otak ini tak main-main.
Pada 25 September 2019 lalu, Robi bersama tiga rekannya dari Universitas Brawijaya dan Universitas Negeri Malang, menjadi atlet cabor catur perwakilan Jawa Timur. Ia menyabet gelar medali perak dan perunggu di Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional 2019 yang dihelat di Depok, Jawa Barat.
Robi, memenangkan gelar juara nasional ini di kategori catur klasik dengan medali perak dan catur kilat dengan medali perunggu. Robi memenangkan gelar setelah menjungkalkan banyak peserta dari perwakilan daerah lain. Dia mengikuti turnamen dengan sistem point klasemen.
“Saya dan tim mewakili Provinsi Jatim, ikut dalam Pomnas 2019 di Universitas Gunadarma. Ada tiga kategori, catur klasik, catur cepat dan catur kilat. Kami ikut semua,” ungkap Robi kepada Malang Post, dikonfirmasi Jumat siang kemarin.
Dia bermain bersama Singgih dari UB, Supriadi dari UB dan Fani dari UM. Robi mengungkapkan, tiap kategori menuntut peserta untuk bertanding sebanyak tujuh kali. Sehingga, Robi dan rekan-rekannya, beradu kecerdasan mengatur taktik strategi di atas papan catur, sebanyak 21 kali, mulai tanggal 21 sampai 25 September 2019.
Bungsu dari dua bersaudara itu merinci, permainan catur, terdiri dari tiga fase. Yaitu, fase opening, middle game dan end game. Untuk tahapan awal, para pemain catur memasang semua bidaknya. Menurut Robi, opening dalam catur sudah memiliki pakem yang bisa dipelajari dan terstruktur.
Setelah menyusun opening, para pecatur, beradu dalam middle game. Penghobi game Mobile Legends itu menandaskan, middle game adalah fase yang paling krusial dalam adu siasat para pecatur. Para atlet catur, menghabiskan semua siasat dan taktik untuk memenangkan middle game.
Setelah memasuki end game, para pecatur akan saling serang dan mengakhiri permainan untuk menentukan siapa yang mampu check mate bidak raja lawan. “Middle paling krusial, karena variannya tidak menentu, variabelnya sangat banyak. Middle adalah fase menyusun bangunan dan taktik. Unggul di middle sangat penting,” papar warga Jalan Warinoi ini.
Robi memaparkan, perjuangannya di Pomnas 2019 membuahkan hasil. Dia bersama tiga rekannya, merebut dua medali, yakni medali perak dan perunggu. Sepanjang turnamen, Robi mengakui begitu banyak pemain cerdas dan penuh siasat dalam menggerakkan bidak.
Tapi, selama kompetisi, Robi mengakui keunggulan dari para pecatur ibukota. Robi mampu mendapatkan perlawanan keras dari tim perwakilan Jakarta. Mahasiswa semester 5 D3 Polinema itu menyatakan, perjuangan meraih prestasi tidak dilakukan dengan santai-santai.
“Sebelum kompetisi, saya pribadi persiapan selama tiga bulan. Setelah itu, memasuki dua pekan sebelum kompetisi, saya dan tim berlatih intensif. Kurang lebih 10 hari, kami sering latihan bareng di UM,” tandas pecatur yang besar dari klub catur Gajahmada belakang DPRD Kota Malang itu.
Robi juga menceritakan, pecatur tak hanya berlatih secara mental saja. Ketahanan fisik sangat diperlukan untuk menghadapi pertandingan-pertandingan yang menguras otak. Rutinitas latihan caturnya, adalah 6 jam seminggu, minimal satu jam setiap hari.
Sementara, aktivitas fisiknya, berupa jogging, dilakukan dua kali dalam seminggu. Sehingga, kondisinya tetap fit untuk memompa darah ke otaknya yang menjadi senjata utama mengelabui lawan-lawannya di atas papan catur. Meski turnamen ini adalah Pomnas pertamanya, Robi mengaku tidak grogi.
Sebaliknya, dia merasa tertantang untuk merasakan kompetisi tingkat nasional di lingkungan mahasiswa seluruh Indonesia. Bagi Robi, kompetisi level nasional bukanlah hal baru. Dia sudah memiliki jam terbang. Sebelum turun di Pomnas, Robi telah merasakan gelar juara.
Robi menyabet peringkat tiga nasional di Kejurnas catur Aceh. Dia juga meraih satu perak dan dua perunggu dalam Porprov 2019 di Bojonegoro. Kesenangannya terhadap adu strategi dan siasat di atas papan catur, sudah dimulai sejak Robi masih berstatus pelajar sekolah dasar.
“Sejak kelas 3 SD, saya sudah mulai main catur. Dulu ya awalnya nyoba, diikutkan oleh sekolah untuk turnamen catur, eh ternyata dapat juara dua tingkat Kota Malang. Sejak itu, saya terus menggeluti olahraga catur ini,” tutur atlet Percasi Kota Malang itu.
Robi mengaku jatuh cinta dengan catur karena tantangan dalam berpikir dan berstrategi. Tiap lawan, memiliki cara berpikir dan pola siasat yang berbeda. Tantangan dalam mengungguli cara berpikir lawan inilah yang membuat Robi gandrung dengan catur.
“Catur itu tidak membosankan, variasi lawan sangat tidak mudah ditebak. Lagipula, selama main catur, lumayan bisa menghasilkan uang juga. Dan, orangtua sangat mendukung saya,” tambah Robi. Untuk memenuhi hasratnya dalam bermain catur, Robi tak hanya berlatih saja.
Dia banyak mengisi hari-harinya dengan membaca buku soal strategi catur. Robi juga tidak segan menonton orang lain beradu strategi dalam catur. Kemajuan teknologi semakin memudahkannya mencari tambahan ilmu soal catur.
Termasuk, mengamati dan menelaah permainan grandmaster favoritnya, Maxime Vachier-Lagrave asal Perancis, atau yang dikenal dengan inisial MVL. Menurut Robi, MVL yang juga lulusan Institut Teknologi Lausanne Swiss itu, memiliki gaya bermain yang unik.
Tak heran, MVL sendiri pernah dinobatkan sebagai dua besar pecatur terbaik dunia tahun 2016. Dengan semangat dan inspirasi dari idolanya, Robi akan terus bermain catur. Dalam waktu dekat, Robi tidak akan terjun di kompetisi. Namun, dia sudah memasang ancang-ancang untuk terjun di level nasional tahun depan.
“Tahun depan, April 2020, ada Pekan Olahraga Mahasiswa Politeknik Indonesia. Planning saya, persiapan untuk kompetisi ini,” tutup Robi.(fino yudistira/ary)